Jumat, 02 Januari 2015

Etika dan Moral Lingkungan Hidup

MENGKAJI MASALAH LINGKUNGAN DALAM ETIKA DAN MORAL Makalah disusun guna memenuhi tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Pendidikan Lingkungan Hidup Dosen pengampuh : Dr. Nur Kusuma Dewi, M.si oleh Rosmayati (1301413061) Rombel 48 UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014 KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb. Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpah kepada beliau Nabi Muhammad SAW yang penulis tunggu syafa’atnya di zaman yaumul kiamat nanti. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Pendidikan Lingkungan Hidup dengan tema ”MENGKAJJI MASALAH LINGKUNGAN DALAM ETIKA DAN MORAL”. Penulis menyadari tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak maka penulisan laporan ini tidak akan berjalan dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Nur kusuma Dewi, M.si, selaku dosen pengampu Mata Kuliah Pendidikan Lingkungan Hidup yang dengan ikhlas telah membimbing penulis. 2. Orang tua penulis yang selalu melimpahkan doa dan dukungannya. 3. Teman-teman dan semua pihak yang telah mendukung penyelesaian makalah ini. Kritik dan saran selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalaah ini. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Wassalaamu’alaikum Wr. Wb Semarang, September 2014 Penulis DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Perduli terhadap Lingkungan Hidup 3 2.2 Masalah Etika dan Moral 5 2.3 Perkembangan Prinsip Moral 10 BAB III KESIMPULAN 3.1 Kesimpulan 11 3.2 Saran 11 DAFTAR PUSTAKA   BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setelah kita mempelajari etika lingkungan hidup dipertemuan lalu, dimana etika lingkungan hidup merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan teruwujudnya moral dan upaya untuk mengendalikan alam agar tetap berada pada batas kelestarian. Etika lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk lain atau dengan alam secara keseluruhan. Itulah sedikit pengertian etika lingkungan hidup yang telah kita pelajari dan kita pahami. Lingkungan hidup sendiri merupakan “konteks” dimana kita hidup dan bertempat tinggal. Tak bisa kita pungkiri, lingkungan hidup kita ini rawan dari masalah-masalah yang terus menerus datang yang disebabkan oleh penghuni yang berakal sendiri yaitu manusia. Lingkungan tersebut terganggu dan mengalami kerusakan, maka kehidupan tempat tinggalpun akan terusik. Dari itu penulis akan mengajak kita merenung dengan membuat makalah yang membahas tentang “MENGKAJI MASALAH LINGKUNGAN DALAM ETIKA DAN MORAL”   1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan makalah ini dirumuskan sebagai berikut. 1. Mengapa kita perlu perduli terhadap lingkungan hidup? 2. Sejauh mana cakupan masalah lingkungan hidup dalam konteks kehidupan manusia dan interaksinya dengan lingkungan hidup disekitarnya ? 3. Apakah ada kaitan antara sikap etis dan tindakan moral mausia dengan masalah-masalah yang dialami dengan lingkungan hidup? 1.3 Tujuan Berdasarkan uraian dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini yaitu : 1. Memahami alasan kita perduli dengan lingkungan hidup 2. Mengetahui cangkupan masalah lingkungan hidup dalam konteks kehidupan manusia dan interaksinya dengan lingkungan hidup sekitar. 3. Mengetahui adanya hubungan antara sikap etis dan tindakan moral manusia dengan masalah-masalah yang dialami dengan lingkungan hidup.  BAB II PEMBAHASAN 2.1 Perduli Terhadap Lingkungan Hidup Etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dalam lingkungan, etika lingkungan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga. (unnes Perss, 2010: 7) etika lingkunga hidup juga dipahami sebagai refleksi kritis atas norma-norma dan prinsip atau nilai moral yang selama ini di kenal dalam komunitas manusia untuk diterapkan secara lebih luas dalam komunitas biotis dan komunitas ekologis. Etika lingkungan hidup merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan teruwujudnya moral dan upaya untuk mengendalikan alam agar tetap berada pada batas kelestarian. Etika lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk lain atau dengan alam secara keseluruhan. Masalah kerusakan lingkunga hidup dan akibat-akibat yang timbul bukanlah sutu hal yang asing lagi di teling kita. Denga mudah dan sistematis kita dapat menunjuk dan mengetahui apa saja jenis kerusakan hidup itu dan apa saja akibat yang ditimbulkannya. Misalnya dengan cepat dan sistematis kita dapat mengerti bahwa eksploitasi alam dan penebangan hutan yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan bencana banjir,tanah longsor dan kelangkaan air bersih. Membuang limbah industri ke sungai dapat menyebabkankematian ikan dan merusaknya. Penggunaan dinamit untuk menangkap ikan dapat merusak trumbu karang dan biota laut dan masih banyak lagi daftar sebab akibat yang bisa terjadi dalam lingkungan hidup kita. Yang menjadi masalah adalah bahwa pengetahuan yang sama atas pengenalan kerusakan lingkungan hidup dan akibat yang ditimbulkan tersebut tidak terjadi dalam pemeliharaan dan perawatan lingkungan hidup. Lemahnya kesadaran kita terhadap lingkungan hidup juga terjadi karena adanya anggapan yang memandang bahwa pemanfaatan alam bagi kehidupan manusia adalah ‘wajar’. Menebang pohon guna kebutuhan manusia adalah hal yang sangat lumrah, misalnya: membuang sampah sembarangan dimanapun adalah suatu halyang juga dianggap ‘wajar’, belum ada aturan yang ketat untuk itu. Dengan kata lain proses kerusakan lingkungan hidup dapat dikembangkan seperti seorang pecandu rokok atau minuman keras. In common sense, seorang pecandu pastilah yahu bahwa rokok atau minuman keras dapat merusak tubuh dan kesehatan mereka. Namun, merka tetap menikmatinya. Mungkin kesadaran mereka akan tumbuh ketika telah mengalami sakit keras. Proses yang sama kiranya terjadi atas sikap kita terhadap alam dan lingkungan hidup. Kita tahu bahwa menebang pohon seenaknya atau membuang sampah sembarangan adalah suatu hal yang jelas-jelas salah. Tetapi kita tetap melakukannya berulang-ulang. Sebab kita diuntungkan dan tidak menjadi repot, yang mana itu adalah hal yang sudah biasa dan mungkin kita menkmatinya. Kesadaran yang sama mungkin akan kita rasakan nanti saat terjadi bencana besar melanda hidup kita. Jika saja memang terjadi bahwa ada banyak orang memiliki pengetahuan dan klesadaran yang begitu rendah dan lamban seperti yang penulis gambarkan diatas, akan lebih cepat kerusakan lingkungan hidup kita. Hal tersebut tentuya tidak boleh terjadi, sebab kita semua tidak dapat hidup jika tidak ada lingkungan hidup yang menopang dan menjamin kehidupan kita. Dalam kerangka yang lebih luas, kita tentunya tahu bahwa hanya ada satu bumi, tempat dimana kita hidup dan tinggal. Jika kerusakan lingkungan hidup berarti sama dengan kerusakan bumi, maka sama artinya dengan ancaman hidup dan tempat tinggal kita. Denagn kata lain, tugas untuk merawat dan memelihara lingkungan hidup, bumi serta segala isinya adalah tanggung jawab kita semua. Lingkungan hidup, bumi serta segaa isinya adalah milik kita dan itulah alasan mengapa kita harus perduli dengan lingkungan hidup. 2.2 Masalah Etika dan Moral Masalah kerusakan lingkungan hidup mempunyai cakupan yang cukup luas, tidak hanya dibatasi di dalam bentuk kerusakan pada diri sendiri. Namun juga terkait dengan masalah lain. masalah yang dimaksud adalah masalah etika dan moral. Perlu kita ketahui sebelumnya, etika (Berten dalam Unnes Press, 2010 :7) berasal dari kata Yunani etdhos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Ada pun tiga teori pengertian teori, yaitu : Etika Deontologi yang merupakan suatu tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan kesesuaian tindakan tersebut dengan kewajian. Etika Teologi merupakan baik buruknya tindakan berdasarkan tujuan atau akibat suatu tindakan. Dan Etika Keutamaan merupakan pengembangan karakter moral pada diri setiap orang. Sedangkan oral adalah ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan ketetapan entah lisan atau tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia. 2.2.1 Masalah Etika Masalah lingkungan hidup menjadi masalah etika karena manusia seringkali ‘lupa’ dan kehilangan orientasi dalam memperlakukan alam secara tidak bertanggungjawab. Dalam keadaan seperti itu, mereka juga tidak lagi menjadi kritis. Oleh karena itulah pendekatan etis dalam menyikapi masalah lingkungan hidup sungguh sangat diperlukan. Pendekatan tersebut pertama-tama dimaksudkan untuk menentukan sikap, tindakan dan perspektif etis serta manajemen perawatan lingkungan hidup dan seluruh angggota ekosistem didalamnya dengan tepat. Maka sudah sewajarnya jika saat ini dikembangkan etika lingkungan hidup dengan opsi ‘ramah’ terhadap lingkungan hidup. Teori etika lingkungan hidup sendiri secara singkat dapat diartikan sebagai sebuah usaha untuk membangun dasar-dasar nasional bagi sebuah system prinsip-prinsip moral yang dapat dipakai sebagai panduan bagi upaya manusia untuk memperlakukan ekosistem alam dan lingkungan sekitarya. Pendekata etika lingkungan hidup dapat dikategorikan menjadi tiga tipe yaitu antroposentrisme (antropos=manusia) merupakan memandang manusia adalah sebagai pusat sistem alam semesta. Disisni manusia yang melakukan etika niali dan prnsip moral. Semua mengarah pada manusia muali dari kepentingkan yang tertinggi, yang brpengaruh dalam tatanan ekosistem segala sesuatu dia alam mempunyai nilai sepanjang masih berfungsi dan berguna bagi kebutuhan manusia. Alam hanya sebagai objek dalam memenuhi kebutuhan manusia tanpa memandang akibatnya. Masalah akan timbul jika antroposentrisme mengakibatkan manusia mengeksploitasi alam secara berlebihan diluar batas toleransi ekosistem. Jadikrisis lingkungan hidup bukan diakibatkan oleh pendekatan antroposentrisme tetapi oleh antropotisme yang berlebihan. Biosentrisme memandang bahwa semua makhluk hidup dalam ekosistem mempunyai nilai dan berharga, sehingga pantas mendapat pertimbangan dan kepedulian moral. Semua kehidupan di alam semesta adalah kesatuan moral. Segala keputusan penggunaannya harus mempertimbangkan aspek moral. Etika dipahami tidak hanya terbatas pada manusia, namun juga bagi seluruh makhluk hidup. Ekosentrisme mencakup cakupan yang lebih luas lagi, manusia, makhluk hidup, dan lingkungannya. Etika diberlakukan tidak hanya kepada makhluk hidup, tapi juga pada lingkungan. Secara ekologis, makhluk hidup dan lingkungannya terikat pada satu kesatuan. Istilah untuk pendekatan ekosentrisme adalah deep ecology yang dipopulerkan oleh Arne Naess, seorang filsuf Norwegia tahun 1973. Pada umumnya paling tidak semenjal jaman modern, orang lebih suka menggunakan pendekatan human-centerd (antroposentris)dalam memperlakukan lingkungan hidup. Melalui pendekatan etika ini terjadilah ketidak seimbangan relasi antara manusia dan lingkungan hidup. Dalam kegiatan praktis, alam kemudian dijadikan objek yang kemudian dieksploitasi sedemikian rupa untuk menjamin pemenuhan kebutuhan manusia. Sangat disayangkan bahwa pendekatan etika tersebut tidak diimbangi denngan usaha-usaha yang memadai untuk mengemballikan fungsi lingkungan hidup dan makhluk-makhluk lain yang ada di dalamnya. Menanggapi realitas kerusakan lingkungan hidup yang terus terjadi, rasanya pendekatan etika human-centered tidak memadai untuk terus dipraktekan. Artinya kita perlu menentukan pendekatan etis lain yang lebih sesuai dan lebih ramah terhadap lingkungan hidup. Jenis pendekatan etika yang kiranya memungkinkan adalah pendekatan etika life centered (biosentris). Pendekatan ini dianggap lebih memdai sebab dalam praksisnya tidak menjadikan lingkungan hidup dan makhluk-makhluk lain yang berada di dalamnya sebagai objek yang begitu saja di eksploitasi. Sebaliknya pendekatan etika ini justru sungguh menghargai mereka sebagai ‘subyek’ yang memiliki nilai pada dirinya. Mereka memiliki nilai tersendiri sebagai anggota komunitas kehidupan di bumi. Nilai mereka tidak ditentukan dari sejauh mana mereka memiliki kemanfaatan bagi manusia, tetapi nilai nilai kebaikan sendiri seperti manusia juga memilikinya. Oleh karena itu mereka juga layak dilakukan dengan respect seperti kita meakukan terhadap manusia. 2.2.2 Masalah Moral Dalam kehidupan sehari-hari tindakan moral adalah tindakan yang paling menentukan kualitas baik buruknya seseorang. Agar tindakan moral seseorangmemenuhi criteria moral yang baik, ia perlu mendasarkan tindakannya pada prinsip-prinsip moral secara tepat. Prinsip-prinsip moral yang dimaksud disini adalah prinsip sikap baik, keadilan dan hormat kepada diri sendiri. Dimana prinsip tersebut perlu dikembangkan lebih jauh, artinya prinsip moral seperti itu diandaikan hanyalah berlaku bagi sesama manusia. Padahal dalam kehidupan sehari-hari seorang tidak hanya berjumpa dan berinteraksi dengan sesamanya. Bisa saja terjadi bahwa seseorang lebih sering berinteraksi dan berhubungan dengan makhluk non-human atau lingkungan hidup dimana ia tinggal, bekerja dan hidup. maka rasanya akan lebih baik jika terdapat prinsip-prinsip moral yang menjadi penentu baik buruknya tindakan seseorang dngan lingkungan hidup dan unsur-unsur lain yang terdapat didalamnya. Pada pemahaman teori tentang etika life-centered dapat ditemukan konsep moral yang lebih memadai bagi manusia dalam menentukan sikap, tindakan dan perspektifnya terhadap lingkungan hidup dan makhluk non-human. Namun, bebrapa orang memandang aneh saat kita harus berinteraksi layaknya berinteraksi dengan manusia terhadap makhluk non-human, dan terselip dipikiiran menjadikannya agen moral. Agen moral itu sendiri adalah apasaja yang hidup, yang memiliki kapasitas kebaikan atau kebajikan sehingga dapat bertindak secara moral, memiliki kewajiban dan tanggunng jawab, dan dapat dituntut untuk mempertanggungjawabkan tindakannya. Agen moral juga dapat memberikan penilaian yang benar dan salah, dapat diajak dalam proses delibrasi moral, dapat menentukan keputusan berdasarkan semua alasan yang telah disebutkan. Dengan melihat difinisi terssebut, mungkin muncul pendapat bahwa semua itu adalah kapasitas yang hanya dimiliki oleh manusia. Tetapi dalam kenyatannya adajuga pengecualian-pengecualian yang dapat menjadi halangan bagi manusia untuk menjadi agen-agen moral. Contoh, anak-anak yang masih berada dibawah umur dan mereka yang mengalami cacat mental, mereka tidak dapat disebut sebagai agen moral sebab mereka memiliki keterbatan baik yang tidak permanen maupun yang permanen. Oleh karena itu, apabila mereka melakukan tindakan yang melanggar nilai-nilai moral maka tidak dapat dikenakan sanksi. Maka dapat disimpulkan bahwa ada makhluk hidup lain bukan manusia yang memiliki kapasitas sebagai agen moral. Contohnya semut dan lebah pekerja yang bekerja dengan giat dan penuh rasa tanggung jawab untuk mengumpulkan makanan dan madu demi kebaikan bersama komunitas mereka tidak dapat diabaikan sebagai agen moral jika kita diukur dengan menggunakan kepemilikan kapasitas dapat berbuat baik dan bertanggung jawab. Begitu juga halnya dengan tanaman, pohon pisang rela menghasilkan buah bukan demi untuk dirinya sendiri tapi demi kebaikan entah bagi manusia atau makhluk yang lainpun juga tidak dapat dipungkiri keberadaannya sebagai agen moral. Dengan kata lain, pohon pisang juga memiliki kapasitas kebaikan yang layak menjadikan dirinya sebagai agen moral. 2.2.3 Ekspresi Moral Dalam bidang moral di kehidupan manusia, alturalisme dan self-sucrifice secara umum diartikan sebagai ekspresi tertinggi dari moralitas. Altruism dan self-sucrifice adalah tindakan yang jelas mencerminkan bagaimana suatu aksi tidak hanya dimaksudkan demi kebaikan pribadi. Hal tersebut jelas menjadi representasi dari criteria diri sebagai agen moral. Jika kita menggunakan kacamata yang lebih luas. Ekspresi tertinggi moralitas bisa jadi bukan hanya sekedar monopoli kehidupan manusia. Artinya, dengan menggunakan criteria yang sama yaitu altruism dan self-sucrifice sebagi ekspresi tertinggi dari moralitas, makhluk non-human pun sebenarnya juga dapat melakukannya. Sampai sejauh ini, rasanya tidak ada laasan yang cukup kuat untuk mengucilkan makhluk non-human sebagai makhluk yang tidak pantas disebut sebagai agen moral. Jika memang benar demikian sebenarnya tidak juga ada alas an yang berarti untuk melakukan eksploitasi terhadap mereka. Hanya saja, perlu disadari seringkali yang menjadi masalah bukan karena manusia tidak tahu bagaimana cara menghargai makhluk non-human dan memandangnya sebagai makhluk yang tidak memiliki nilai instrinsik pada dirinya, tetapai karena sebagai manusia terlalu sering menggunakan ukuran kemanusiaannya untuk dikenakan terhadap makhluk hidup diluar dirinya. Standar yang mereka berlakukan kadangkala tidak tepat sehingga merugikan peran da keberadaan makhluk non-human. Jika kita ingin mencari pendekatan yang lebih baik, standarisasi tersebut tentunya perlu juga berorientsi terhadap kelebihan dan kekurangan makhluk non human itu sendiri. Dengan demikian tidak perlulah terjadi pembedaan yang berat sebelah antara manusia dan makhluk non-huamn dalam penentunya sebagai agen moral dalam komunitas kehidupan di bumi. 2.3 Perkembangan Prinsip Moral Pendekata yang paling etika life-centered sepertinya adalah salah satu pendekatan etika yang paling cocok untuk lingkungan hidup jaman ini. Pendekatan tersebut kiranya juga memberikan kondisi yang sangat mendukung untuk makhluk non human, yang kerap kali dibaika n oleh menusia. Dengan pendekatan yang sama terbuka juga kemungkinan untuk membangun prinsip-prinsip dasar moral lingkungan hidup. Perluasan prinsip moral dapat di sebut sebagai kajian bidang moral tersendiri, yaitu moral lingkungan hidup. moral lingkungan hidup seringkali dilukiskan sebagai ‘evolusi alamiah dunia moral’. Yang menerangkan dunia moral lambat laun semakin memperhatikan jagat rasa dan maslaah-masalah ekologis. Sebelumnya dunia moral hanya memperhatikan hubungan sosial antarpribadi dan kemudia hubungan antar perseorangan dengan seluruh masyarakat. Namun ternyata dalam perjalanan waktu tindakan seperti itu tidak memadai dan perlu diperluas.   BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Dari pemaparan tentang masalah lingkungan dan moral, kita dapat mengetahui cakupan masalah lingkungan hidup dalam konteks kehidupan manusia dan interaksinya dengan lingkungan hidup sekitar, dan menganggap lingkungan hidup kita selain manusia juga sebagi agen moral yang derajatnya sama dengan kita, sehingga kita dapat menghargai mereka dengan lebih layak dan lebih baik karena adanya hubungan antara sikap etis dan tindakan moral manusia dengan masalah-masalah yang dialami dengan lingkungan hidup. dari itu kita tahu pentingnya perduli dengan lingkungan. 3.2 Saran Makalah ini disajikan untuk mengajak kita semua merenung dan merefleksikan sejenak keadaan serta status lingkungan hidup kita. Semoga tulisan ini dapat menjadi cambuk yang semakin menyadarkan kita atas kerusakan ingkungan hidup yang sudah, sedang dan akan terjadi.   Daftar Pustaka Universitas Negeri Semarang. 2010. Pendidikan Lingkungan Hidup. Semarang: Unnes Perss Ondyx. Masalah Lingkungan dalam kajian Etika dan Moral. Online http://ondyx.blogspot.com/2013/12/masalah-lingkungan-dalam-kajian-etika.html. diakses pada [29/10/2014]

0 komentar:

Posting Komentar

jadilah komentator yang membangun :) terimakasih